Oleh Anis Zulfi Amalia
Penerjemah Paruh Waktu,
Anggota JLTC No. 0145

Jika menengok sejarahnya, kegiatan penerjemahan sebenarnya sudah ada sejak ribuan abad lalu. Tepatnya sejak abad 3 SM saat ditemukannya terjemahan Alkitab dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani. Sejak saat itu, aktivitas penerjemahan pun terus berkembang di berbagai negara dari masa ke masa. Bahkan, hingga masa sekarang pun, kegiatan penerjemahan masih terus dilakukan dengan kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda.
Lambat laun, dengan meningkatnya kebutuhan penerjemahan, tidak sedikit masyarakat yang kemudian berprofesi menjadi penerjemah. Ironisnya, meskipun profesi ini telah dilakoni oleh sebagian orang, masih banyak yang belum mengetahui profesi penerjemah secara persis, terlihat dari adanya anggapan atau stigma yang berkembang di tengah masyarakat terkait profesi penerjemah.
Stigma Masyarakat Terhadap Profesi Penerjemah
Ditambah lagi dengan adanya mesin penerjemahan seperti Google Translate yang bisa diakses dengan gratis oleh siapa saja, suburlah anggapan bahwa proses penerjemahan memang semudah mengetikkan kalimat sumber dan hanya butuh beberapa detik kalimat hasil terjemahan akan muncul. Nyatanya, proses penerjemahan tidaklah semudah itu. Penerjemah sering kali harus melalui proses jatuh bangun mencari kosakata yang tepat untuk sekadar menerjemahkan satu kalimat.
Selain anggapan tersebut, tidak sedikit masyarakat yang menganggap jika menerjemahkan itu hanya berkaitan dengan buku saja. Anggapan ini membuat masyarakat mengira jika cakupan kerja para penerjemah memang cukup terbatas. Faktanya, di era digital ini, kegiatan penerjemahan tergolong sangat beragam, dan objek yang diterjemahkan tidak hanya berkaitan dengan buku saja. Jika dikulik lebih dalam lagi, profesi ini memiliki potensi dan peluang yang sangat besar bagi orang yang menjalaninya.
“Nyatanya, proses penerjemahan tidaklah semudah itu. Penerjemah sering kali harus melalui proses jatuh bangun mencari kosakata yang tepat untuk sekadar menerjemahkan satu kalimat.”
Menjadi Penerjemah Itu Menguntungkan?
Seperti halnya dua sisi mata uang, profesi penerjemah juga memiliki sisi yang menguntungkan di samping adanya stigma terkait profesi ini. Apa saja sisi yang menguntungkan itu?
- Profesi penerjemah menawarkan jam kerja yang fleksibel dan terkadang tidak mengharuskan seseorang untuk memiliki kantor tertentu. Penerjemah bisa bekerja secara remote dimana saja, entah itu di rumah, kafe, taman, perpustakaan, maupun tempat lainnya asalkan ada koneksi internet.
- Dilihat dari sisi income yang didapatkan, profesi penerjemah justru memiliki peluang untuk mendapatkan income yang cukup besar. Terlebih lagi jika proyek yang dikerjakan memang memiliki budget yang tinggi. Namun, seperti kata pepatah, income yang besar menuntut, tanggung jawab yang tak kalah besar.
- Penerjemah berpeluang untuk terus belajar dan berkembang. Ilmu yang didapatkan dari kegiatan penerjemahan pun bisa beragam dan pastinya tidak hanya terbatas pada keilmuan bahasa saja.

Pada dasarnya, profesi ini memang memiliki banyak sisi menguntungkan. Hanya saja, masih banyak stigma atau anggapan dalam masyarakat yang membuat pekerjaan ini seolah dianggap sebelah mata dan belum banyak dikenal masyarakat. Tidak ada cara pasti terkait bagaimana menghilangkan stigma tersebut, selain terus berusaha membuktikan jika profesi ini memiliki peran yang menguntungkan bagi masyarakat itu sendiri. Semangat untuk para penerjemah!