Catatan Kami

Take-Off and Soar…

Christien Yueni

Jogja Literary Translation Club

Mengambil tajuk “Taking-Off as a Translator”, Universitas Bandar Lampung melanjutkan rangkaian webinar Becoming a Translator Series, Rabu (30/3/22). Episode kedua ini melanjutkan episode sebelumnya tahun lalu yang mengambil tajuk “Translation for Noobs.”

Episode kedua ini masih menghadirkan Harris Hermansyah Setiajid, co-founder JLTC, dengan ditemani Alma Anindita, mahasiswa Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma sekaligus pendiri convertio.co, biro jasa terjemahan yang cukup terkenal di Yogyakarta. Webinar episode kedua yang dipandu Ratu Nizatun ini dibagi menjadi dua sesi. 

Pada sesi pertama, Harris menyegarkan ingatan para peserta webinar isi episode kesatu tentang hal-hal yang harus dihindari penerjemah. Selanjutnya, ia mengetengahkan prinsip-prinsip penerjemahan yang diadopsi dari Alan Duff (1989). Prinsip-prinsip tersebut meliputi:

  1. terjemahan harus bisa mengantarkan makna teks sumber secara akurat,
  2. kalimat dan gagasan harus tersusun semirip mungkin dengan teks sumber,
  3. level formalitas tetap dipertahankan,
  4. terjemahan harus terasa ‘alami’ bagi pembaca sasaran,
  5. terjemahan tidak mengubah gaya teks sumber,
  6. ekspresi idiomatis bisa tidak diterjemahkan, diterjemahkan dengan penjelasan literal, atau diterjemahkan dengan mengubahnya menjadi non-idiomatis.

The Triumphs and the Challenges

Pada sesi kedua, Alma Anindita berbagi kisah membangun translation service-nya hingga berkembang seperti sekarang ini. Alma menyebutnya sebagai the triumphs and the challenges. Dua sisi ini akan selalu dialami oleh para penerjemah yang membuat dinamika dalam kehidupan mereka.  Di sisi the triumphs, Alma menyebut ucapan terima kasih dari klien sebagai tanda puas sudah bisa make her day, selain tentu saja cash and coins yang mengikutinya. Selain itu, kesempatan baru akan semakin terbuka dengan adanya interaksi dengan klien.

Di sisi the challenges, Alma mengeluh karena ada juga klien yang tidak responsif sehingga menghambat ritme pekerjaan. Hal lain yang menjadi tantangan adalah tenggat yang ketat. Sebagai profesional, Alma menekankan, pentingnya untuk tidak melanggar tenggat. Ketepatan waktu menunjukkan profesionalitas kita. Akuntabilitas terhadap pekerjaan juga harus kita jaga 100%. 

Selanjutnya Alma memberikan contoh-contoh materi yang biasa diterjemahkannya dan workflow pekerjaannya.

Webinar episode kedua yang disambut cukup antusias peserta ini diakhiri dengan sesi tanya jawab. Yanuarius Yanu Dharmawan sebagai penanggung jawab  dari Universitas Bandar Lampung menutup acara. Setelah webinar ini diharapkan para peserta bisa take off and soar high dalam meniti karier penerjemahan mereka.

Sampai jumpa di episode ketiga dalam rangkaian Becoming a Translator Series!

Translations We Talk About Last Night…

Oleh Christien Yueni

Jogja Literary Translation Club

Sedikitnya buku terjemahan yang ditulis oleh para akademisi dan/atau praktisi terjemahan di Indonesia membuat setiap buku tentang terjemahan yang terbit selalu dinantikan dan diserbu bak sepiring seblak. Secara alami, berlakulah hukum pasar: permintaan yang tinggi dan pasokan yang terbatas akan membuat produk yang dijual akan laris. Terbitnya buku Translations We Live By yang ditulis akademisi penerjemahan Almira Romala, M.A. disambut dengan meriah oleh para translation enthusiasts.

Buku ini disusun semacam workbook, dimulai penjelasan sedikit kemudian diikuti latihan sesuai dengan topik yang dibahasa tadi. Strukturnya didesain menurut konsep Mona Baker yang dimulai dari word level kemudian secara sistematis bergerak menuju ke teks keseluruhan. Struktur ini mudah diikuti penerjemah pemula atau mahasiswa yang sedang belajar terjemahan karena disusun dari kalimat sederhana menuju kalimat yang semakin kompleks.

Jenis teks yang disajikan pun beragam, dari teks umum, akademik, hukum, dan sastrawi. Tampaknya penentuan jenis teks ini merujuk Katharina Reiss yang membagi teks ke dalam tiga jenis berdasarkan fungsinya, yaitu ekspresif, informatif, dan operatif. Masing-masing jenis teks mempunyai dimensi bahasa dan fokus terjemahannya sendiri. Dengan pembagian ini, tampaknya Almira ingin memperkenalkan semua jenis teks kepada pembelajar terjemahan untuk membekali mereka dengan pengetahuan yang cukup yang kemungkinan besar akan berguna untuk mulai masuk ke dunia penerjemahan.

Selain praktik terjemahan, di buku ini juga dikenalkan ilmu Translation Studies, yang mendapat namanya dari James S. Holmes tahun 1971, walaupun sebenarnya aktivitas ini telah mulai disistematisasi sejak zaman Santo Hieronimus, yang kemudian diangkat sebagai santo pelindung penerjemah, dan oleh PBB tanggal 30 September dirayakan sebagai Hari Penerjemahan Internasional. Ilmu Translation Studies memang terus berkembang dan menemukan pijakan ilmiahnya walaupun oleh sebagain orang masih dianggap sebagai kegiatan subjektif yang belum bisa disebut discipline. Bahkan, masih ada yang menganggap terjemahan/penerjemahan sebagai bagian dari linguistik terapan.

“Dengan pembagian ini, tampaknya Almira ingin memperkenalkan semua jenis teks kepada pembelajar terjemahan untuk membekali mereka dengan pengetahuan yang cukup yang kemungkinan besar akan berguna untuk mulai masuk ke dunia penerjemahan.”

Buku ini patut kita sambut gembira karena ikut memperkaya khazanah buku tentang terjemahan yang secara kuantitas masih relatif sedikit. Almira berhasil mendekatkan aktivitas penerjemahan ke dalam ruang baca kita, menjadi ilmu yang makin akrab di tengah kita, yang kita bicarakan sehari-hari. It’s a translation we talk about last night, babe…

Spesifikasi Buku
Penulis: Almira Ghassani Shabrina Romala
Editor: Harris Hermansyah Setiajid
Kulit muka dan tata letak: Thoms
Penerbit: Sanata Dharma University Press
Halaman: 177+
Dimensi: 15,5 x 23 cm
Cetakan I: 2021
ISBN: 978-623-6103-38-8