Mengevaluasi tes terjemahan adalah salah satu bagian penting dalam industri penerjemahan. Saat hendak bergabung ke sebuah agensi penerjemahan, seorang penerjemah umumnya akan diminta melakukan tes terjemahan untuk melihat apakah hasil terjemahannya sesuai dengan gaya dan standar yang diterapkan oleh agensi.
Mengingat betapa vitalnya pekerjaan ini, tugas mengevaluasi tes penerjemahan sudah tentu dibebankan kepada penerjemah yang oleh agensi bersangkutan dianggap tidak hanya cukup mumpuni sebagai penerjemah, tetapi juga objektif dalam menilai. Sayangnya, dalam praktiknya subjektivitas pengevaluasi kerap masih tampak dominan. Subjektif di sini maksudnya membandingkan terjemahan yang ada dengan bentuk “ideal” yang diinginkannya. Akibatnya, hal-hal yang sebenarnya berterima secara linguistik, dianggap salah hanya karena dianggap “kurang ideal”.
Selain subjektivitas, ada pula kecenderungan lain yang terjadi, yaitu mencari-cari kesalahan. Ini tampaknya muncul karena pengevaluasi ingin dianggap benar-benar kompeten dan tidak “makan gaji buta”, sehingga apa yang mestinya sudah benar tetap dianggap salah.
Sebagai penerjemah cukup sering mengevaluasi tes penerjemahan, baik atas permintaan agensi asing maupun untuk kantor saya sendiri saat butuh bekerja sama dengan penerjemah pemula, menurut saya paradigma mencari-cari kesalahan ini harus mulai ditinggalkan dan diganti dengan paradigma pengembangan. Artinya, mengevaluasi tes terjemahan harus dilakukan untuk tujuan membina dan mengembangkan si calon penerjemah. Ini penting, karena pelaku tes terjemahan umumnya penerjemah yang, kalau tidak bisa dibilang baru, masih awam dengan bidang yang diuji. Penerjemah yang sudah diakui pengalamannya dalam suatu bidang biasanya tidak perlu atau bahkan tidak mau lagi melakukan tes, karena kemahiran mereka tampak dari portofolionya.
Mengevaluasi tes terjemahan harus dilakukan untuk tujuan membina dan mengembangkan si calon penerjemah. Ini penting, karena pelaku tes terjemahan umumnya penerjemah yang, kalau tidak bisa dibilang baru, masih awam dengan bidang yang diuji. Penerjemah yang sudah diakui pengalamannya dalam suatu bidang biasanya tidak perlu atau bahkan tidak mau lagi melakukan tes, karena kemahiran mereka tampak dari portofolionya.
Memahami metode dan teknik yang digunakan penerjemah
Memahami metode dan teknik yang digunakan penerjemah hendaknya perlu diupayakan oleh pengevaluasi, agar dapat menyelami apa yang ada di benak penerjemah saat mengerjakan tes. Metode di sini maksudnya adalah pendekatan penerjemah terhadap teks secara keseluruhan—apakah ingin berorientasi ke bahasa sumber atau sasaran—sedangkan teknik maksudnya bagaimana penerjemah menghadapi kendala penerjemahan secara kasuistik. Keduanya akan menentukan keputusan dan diksi yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan, dan pada akhirnya menentukan apakah terjemahannya fungsional atau tidak, usable atau tidak.
Kesalahan versus kesilapan
Meskipun salah satu aspek dalam mengevaluasi adalah mencari kesalahan, menurut saya perlu adanya pembedaan antara kesalahan/error dan kesilapan/mistake. Keduanya tampak bersinonim, tetapi berbeda secara intensi. Kesalahan terjadi jika penerjemah tidak mengetahui kalau itu salah, dan ini tampak biasanya dari kemunculannya yang konsisten. Misalnya, banyak calon penerjemah yang masih belum mengetahui perbedaan antara semua dan seluruh, sehingga selalu salah penggunaannya. Namun, kesilapan terjadi jika penerjemah tahu kalau itu salah, tetapi tetap dilakukan dengan tidak sengaja. Ini biasanya tampak dari kemunculannya yang sporadis, misalnya kesalahan tik atau penulisan awalan di- yang tidak konsiten. Kesalahan menunjukkan tingkat pengetahuan linguistik penerjemah dan kesilapan menunjukkan tingkat ketelitiannya. Bagi penerjemah baru, kesalahan lebih dapat dimaklumi, karena pengetahuan dapat ditingkatkan seiring waktu.
Register dan preferensi pribadi
Kemampuan menahan diri untuk tidak melibatkan preferensi pribadi juga diperlukan bagi seorang pengevaluasi. Tidak jarang, seorang pengevaluasi menggunakan pilihan kata yang disukainya dengan dalih “lebih sesuai register” tanpa mempertimbangkan opsi lain yang sebenarnya tidak bermasalah, termasuk opsi yang diberikan oleh penerjemah. Register atau gaya bahasa semestinya didefinisikan dengan jelas tataran dan cakupannya sebagai bagian dari instruksi tes: misalnya tingkat formalitasnya, adakah kata-kata yang mesti digunakan, tujuan teks, dll., sehingga pengevaluasi tidak “semena-mena” memaksakan preferensi pribadinya, terlebih untuk hal-hal di luar yang telah diinstruksikan.
Potensi pengembangan dan masukan yang membangun
Saat mengevaluasi, saya kerap mengira-ngira potensi yang dimiliki penerjemah berdasarkan kesilapan dan kesalahan yang dilakukannya, serta pilihan metode dan gaya penerjemahannya. Apakah penerjemah memang sudah terbiasa dengan bidang yang diujikan? Akankah butuh waktu lama bagi penerjemah untuk membiasakan diri? Apa saja yang perlu ditingkatkan oleh penerjemah ke depannya terkait bidang yang diujikan? Hal-hal seperti ini seyogianya menjadi penentu keputusan apakah seorang penerjemah dapat diterima bergabung ke dalam tim atau tidak, sesuai dengan urgensi dan kebutuhan pengguna.
Hal terakhir yang tidak boleh dilupakan, tentunya memberikan masukan yang membangun dan dapat menjadi acuan bagi penerjemah. Maksudnya bukan menggurui, tetapi sekadar berbagi pengalaman dan pendapat dengan nada netral, sembari membuka ruang untuk mendengar pendapat maupun pertanyaan mereka, jika hal ini dimungkinkan oleh agensi pengguna.