November 15, 2021

Menentukan Tarif Terjemahan

Oleh Christien Yueni

Jogja Literary Translation Club

Menentukan tarif terjemahan ini susah-susah gampang bagi penerjemah pemula karena belum tahu berapa harga yang pantas untuk jasa mereka. Para noob akan merasa insecure ketika menetapkan tarif terjemahan ini: kemahalan, gak ya? Kemurahan, gak ya? Nah, bagaimana cara yang tepat untuk memberi harga bagi jasa kita?

Sebagai penerjemah pemula, saya  awalnya juga kesulitan menentukan tarif yang ‘sesuai’ dengan kemampuan saya. Memang, HPI (Himpunan Penerjemah Indonesia) telah memberikan acuan tarif terjemahan. Namun, apalah saya ini dibandingkan para penerjemah HPI yang sudah sangat terbukti kemampuannya. Dalam kebingungan itu, saya akhirnya menentukan tarif terjemahan versi saya dengan berpegang pada prinsip-prinsip yang saya yakini kebenarannya.

“Tarif Rp20K dengan klien yang terus berdatangan secara ajeg akan lebih bermanfaat dan menguntungkan daripada tarif Rp50K tetapi tidak ada lagi klien yang datang untuk waktu yang sangat lama.”

Berikut ini prinsip-prinsip yang saya gunakan:

  1. Jujurlah pada diri sendiri. Persoalan yang dihadapi para penerjemah pemula ini sebenarnya bisa diatasi dengan kejujuran pada diri sendiri. Artinya, dengan kemampuan menerjemahkan seperti ini, berapakah aku menghargai diriku? Kejujuran pada diri sendiri ini akan membuat kita humble, tidak sok-sokan jual mahal padahal kemampuan kita belum terbukti, tetapi juga tidak rendah diri karena tidak pede dengan hasil terjemahan kita.
  2. Lakukan riset tarif-tarif para penerjemah independen atau agensi. Dengan melihat tarif yang mereka publikasikan, kita akan bisa menentukan harga yang pas buat diri kita.
  3. Terima jika klien menawar harga yang kita publikasikan. Untuk mendapatkan reputasi dan pengakuan atas kualitas hasil kerja kita, pada awal usaha bersikaplah rendah hati. Jika klien menawar dengan harga yang masih reasonable, terima saja. Misalnya, jika kita mempublikasikan harga terjemahan kita Rp30K per lembar dan klien menawar harga Rp20K per lembar, maka terimalah tawaran itu untuk sementara. Kita anggap saja sebagai investasi dan promosi. Karena apabila klien puas dengan hasil terjemahan kita dengan harga yang mereka tawarkan, mereka akan mengiklankan kita ke teman-temannya.
  4. Prioritaskan turnover yang tinggi dulu. Semakin banyak terjemahan yang masuk kita, reputasi kita akan secara perlahan terbangun. Tarif Rp20K dengan klien yang terus berdatangan secara ajeg akan lebih bermanfaat dan menguntungkan daripada tarif Rp50K tetapi tidak ada lagi klien yang datang untuk waktu yang sangat lama.
  5. Jangan terlalu menghiraukan ‘harga pasar’ dulu. Terkadang para pemain lama akan ‘kesal’ kepada kita karena kita bisa memberikan harga bersaing dengan kualitas yang tak kalah dengan mereka. Untuk itu, ketika masih dalam tahap membangun reputasi dan relasi, telanlah ‘kekesalan’ dari para pemain lama.
  6. Belajarlah gaya pemasaran startup. Perusahaan rintisan (startup) seperti Gojek, Grab pada awal-awal penetrasi pasar mereka ‘membakar uang’ dengan memberikan tarif yang murah. Namun setelah klien menjadi tergantung pada mareka, pelan-pelan tarif dinaikkan. Begitu juga dengan penerjemah pemula, awalilah dengan ‘membakar tenaga’ untuk menarik klien. Ketika mereka telah loyal dan membutuhkan kita, tarif kita naikkan pelan-pelan.

Nah, itulah yang saya lakukan di awal-awal saya terjun ke dunia penerjemahan. Bahkan, dulu saya memberikan harga yang ‘sangat spesial’ untuk teman-teman yang saya kenal jika mereka meminta jasa saya. Sampai sekarang pun, jika ada yang meminta saya menerjemahkan setengah atau satu halaman yang tidak begitu menyita tenaga saya, saya berikan tarif jauh di bawah tarif publikasi saya, bahkan seringkali gratis! Saya percaya kebaikan akan menemukan jalan rezekinya sendiri.