March 2023

Translator: A Cultural Mediator or a Cultural Manipulator?

Harris Hermansyah Setiajid

Universitas Sanata Dharma

Anggota JLTC No. 0039

Translation has been a vital part of literary systems worldwide, as it allows literary works to cross linguistic and cultural barriers. However, the process of translation is not always straightforward, as it involves not only linguistic but also cultural and social factors that can influence the outcome of the translated work. In this regard, translation has been viewed as a form of rewriting, as translators must not only convey the meaning of the original text but also rewrite it to suit the cultural and linguistic expectations of the target audience.

One of the most significant contributions to the notion of translation as rewriting is that of André Lefevere (1992), who argued that translation is not a neutral activity, but rather an act of rewriting that involves manipulation and intervention in the original text. Lefevere (1992) viewed translation as a process of “cultural poaching,” where translators use the original text as a source of raw material to create a new work that reflects the cultural and linguistic expectations of the target audience. This process involves not only linguistic manipulation but also cultural adaptation, where the translator must take into account the cultural and social context of the target audience.

In the Indonesian literary system, the notion of translation as rewriting is highly relevant, as Indonesia is a country with a rich cultural and linguistic heritage, consisting of hundreds of ethnic groups and languages. Indonesian literature has been shaped by various cultural and linguistic influences, including Javanese, Balinese, and Dutch colonialism. The translation of Indonesian literature has played a crucial role in the dissemination and preservation of its cultural heritage and has allowed Indonesian literature to reach a wider audience.

The translation of Indonesian literature has been influenced by various factors, including the cultural and linguistic expectations of the target audience, the availability of translation resources, and the cultural and social context of the original text. The translation of Indonesian literature has also been affected by political and social factors, such as censorship and government policies.

Lefevere (1992) viewed translation as a process of “cultural poaching,” where translators use the original text as a source of raw material to create a new work that reflects the cultural and linguistic expectations of the target audience. This process involves not only linguistic manipulation but also cultural adaptation, where the translator must take into account the cultural and social context of the target audience.

Translation as rewriting in Pramoedya’s works

The relevance of Lefevere’s notion of translation as rewriting can be seen in the translation of Indonesian literature, as translators must navigate the cultural and linguistic differences between the original text and the target audience. The translation of Indonesian literature involves not only linguistic manipulation but also cultural adaptation, as translators must take into account the cultural and social context of the target audience. This process of cultural adaptation is particularly important in the translation of works that are deeply rooted in Indonesian culture, such as the works of Pramoedya Ananta Toer, one of Indonesia’s most renowned writers.

Pramoedya’s works have been translated into various languages, including English, Dutch, and German. The translation of Pramoedya’s works involves not only linguistic manipulation but also cultural adaptation, as his works are deeply rooted in Indonesian culture and history. Pramoedya’s works deal with themes such as colonialism, nationalism, and social inequality, and translators must take into account the cultural and social context of the target audience to convey the meaning of the original text accurately.

The translation of Pramoedya’s works has also been affected by political and social factors, as his works have been subjected to censorship and government policies. Pramoedya’s works were banned in Indonesia during the New Order era, and his works were only translated into English after the fall of the Suharto regime. The translation of Pramoedya’s works into English and other languages has allowed his works to reach a wider audience and has contributed to the dissemination of Indonesian literature worldwide.

The notion of translation as rewriting, as put forth by André Lefevere, is highly relevant to the translation of Indonesian literature, as translators must navigate the cultural and linguistic differences between the original text and the target audience. The translation of Indonesian literature involves not only linguistic manipulation but also cultural adaptation, as translators must take into account the cultural and social context of the target audience. The translation of works deeply rooted in Indonesian culture and history, such as the works of Pramoedya Ananta Toer, highlights the remaining question whether translators are cultural mediator or cultural manipulators.

References
Bassnett, S & Lefevere, A. (eds). (1990). Translation, history and culture. Pinter.
Lefevere, A. (1992). Translation, rewriting and the manipulation of literary fame. Routledge.

Akankah Kita (Penerjemah) Bisa Bertahan?

Harris Hermansyah Setiajid

Universitas Sanata Dharma

Anggota JLTC No. 0039

Di era digital saat ini, mesin penerjemah semakin marak dan berkembang pesat. Berbagai platform online telah menawarkan penerjemahan otomatis yang terus meningkatkan kemampuannya, bahkan dalam beberapa kasus, mesin penerjemah telah dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan dalam menerjemahkan teks. Adanya mesin penerjemah yang berkembang pesat di era digital ini menimbulkan pertanyaan, apakah profesi penerjemah akan tertinggal dan tergusur oleh mesin penerjemah?

Penerjemahan telah menjadi profesi yang vital bagi perusahaan multinasional, organisasi, penerbit, dan individu yang ingin menjangkau pasar global. Penerjemah juga menjadi kunci penting dalam hubungan internasional dan perdagangan antar negara. Apakah penggunaan mesin penerjemah akan mengancam eksistensi profesi penerjemah?

Kendala dan Keuntungan Mesin Penerjemah

Mesin Penerjemah memiliki keuntungan dalam penggunaannya yang dapat mengancam profesi penerjemah. Salah satunya adalah kecepatan dan konsistensi hasil terjemahan yang dihasilkan oleh mesin penerjemah. Dalam waktu yang singkat, mesin penerjemah dapat menerjemahkan dokumen atau teks dalam jumlah besar dan menghasilkan konsistensi dalam hasil terjemahan. Hal ini tentu menjadi keuntungan bagi perusahaan atau organisasi yang membutuhkan hasil terjemahan dalam waktu yang singkat.

Mesin penerjemah juga memiliki keuntungan dalam biaya, antara lain penggunaannya gratis atau dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan tarif penerjemah manusia. Itu tentu menjadi keuntungan tersendiri bagi perusahaan atau organisasi yang membutuhkan hasil terjemahan dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat.

Namun, mesin penerjemah memiliki keterbatasan dalam hal kemampuan dan akurasi terjemahan. Mesin penerjemah belum dapat sepenuhnya menangkap konteks, nuansa dan makna tertentu dalam bahasa asli, sehingga hasil terjemahan yang dihasilkan oleh mesin penerjemah masih rentan terhadap kesalahan dan kekeliruan. Hasil terjemahan yang dihasilkan oleh mesin penerjemah juga belum dapat disesuaikan dengan kaidah dan aturan tata bahasa dalam bahasa target. Mesin penerjemah tidak dapat menangkap situasi tertentu yang terkait dengan konteks, seperti kosakata dan frasa tertentu dalam bahasa target.

Mesin penerjemah tidak dapat menangkap nuansa dan konteks yang lebih luas dalam bahasa asli dan dapat menyebabkan kesalahan dan kekeliruan dalam hasil terjemahan. Penerjemah manusia dapat membantu menghindari kesalahan tersebut dan dapat menyesuaikan terjemahan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Kelebihan dan Kelemahan Penerjemah Manusia

Penerjemah manusia memiliki kelebihan dalam kemampuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam memahami konteks, budaya, dan situasi tertentu dalam terjemahan. Penerjemah manusia dapat memberikan hasil terjemahan yang lebih akurat dan sesuai dengan aturan tata bahasa dalam bahasa target. Penerjemah manusia juga dapat menyesuaikan hasil terjemahan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam teks terjemahan.

Kendala yang dihadapi oleh penerjemah manusia adalah keterbatasan waktu dan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan mesin penerjemah. Penerjemah manusia membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses penerjemahan, dan biaya terjemahan juga lebih mahal karena membutuhkan biaya kerja dan profesionalisme dari penerjemah.

Oleh karena itu, meskipun kemampuan mesin penerjemah terus meningkat, penerjemah manusia tetap menjadi pilihan yang lebih baik dalam hal penerjemahan yang kompleks dan terkait dengan konteks. Mesin penerjemah tidak dapat menangkap nuansa dan konteks yang lebih luas dalam bahasa asli dan dapat menyebabkan kesalahan dan kekeliruan dalam hasil terjemahan. Penerjemah manusia dapat membantu menghindari kesalahan tersebut dan dapat menyesuaikan terjemahan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Pengaruh Mesin Penerjemah pada Profesi Penerjemah

Mesin penerjemah telah mempengaruhi profesi penerjemah dalam beberapa aspek, terutama dalam hal biaya dan waktu. Perusahaan dan organisasi cenderung lebih memilih penggunaan mesin penerjemah dalam proses penerjemahan karena biaya yang lebih murah dan waktu yang lebih cepat dalam proses terjemahan. Namun, penggunaan mesin penerjemah juga dapat mengancam eksistensi profesi penerjemah, khususnya bagi penerjemah yang bekerja dalam bidang teks yang lebih sederhana dan kurang kompleks.

Profesi penerjemah akan terus dibutuhkan di masa depan, meskipun terdapat kemajuan dalam teknologi mesin penerjemah. Mesin penerjemah hanya dapat membantu penerjemah manusia dalam proses penerjemahan dan tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran penerjemah manusia. Penerjemah manusia tetap dibutuhkan dalam proses penerjemahan yang membutuhkan analisis dan interpretasi konteks dan budaya dalam bahasa asli dan bahasa target. Penerjemah manusia juga dibutuhkan dalam penerjemahan yang memerlukan ketepatan dan ketelitian dalam menghasilkan terjemahan yang akurat dan jelas.