Harris Hermansyah Setiajid
Penikmat Buku-buku Terjemahan
Anggota JLTC No. 0039
Skopostheorie menjadi teori yang memperkenalkan betapa pentingnya tujuan penerjemahan dan beranjak dari paradigma penerjemahan yang selama ini bersifat preskriptif dan berfokus pada akurasi yang mementingkan kesetiaan pada teks sumber. Aktivitas penerjemahan yang dilakukan ternyata memiliki beragam kepentingan dan tujuan yang selama ini dinomorduakan demi menjaga kesetiaan teks sumber. Hadirnya teori ini membongkar kejumudan paradigma penerjemahan.
Walapun Skopostheorie yang diperkenalkan Vermeer dan Reiss berhasil menunjukkan pentingnya audience design sebelum dilakukannya translational action, teori ini tak luput dari berbagai kritikan, antara lain
- Aturan hierarkis teori tersebut menyebabkan Skopostheorie men-dethroning (mensubordinasi) TSu, yang menimbulkan kontroversi dan pertanyaan: apakah terjemahan dianggap baik sepanjang tujuan TSa terpenuhi?
- Sejauh mana penerjemah harus memenuhi commission yang ditentukan klien?
- Istilah translatum untuk menggantikan istilah TSa tidak begitu menunjukkan signifikansi.
- Skopostheorie tidak memberikan perhatian yang penuh pada tataran mikro. Jadi, walaupun tujuan bisa terpenuhi, pada tataran semantik dan stilistika ditemukan permasalahan.
Holz-Mänttäri (1984), seorang linguis dan penerjemah berkebangsaan Finlandia, mengembangkan Skopostheories dengan membuat model penerjemahan yang disebutnya sebagai translatorial action. Model translatorial action ini memandang terjemahan sebagai “interaksi manusia yang didasari tujuan dan berorientasi pada hasil” yang melibatkan transfer antarbudaya:
“[It] is not about translating words, sentences or texts but in every case about guiding the intended co-operation over cultural barriers enabling functionally oriented communication.” (Holz-Mänttäri, 1984)
Holz-Mänttäri memerikan terjemahan sebagai translatorial action dan sebagai proses komunikatif yang melibatkan serangkaian “peran” dan “pemain”, yaitu:
- initiator: perusahaan atau individu yang membutuhkan terjemahan.
- commissioner: individu atau agensi yang mengontak penerjemah.
- ST producer: individu dalam perusahaan yang menulis TSu tetapi tidak harus selalu terlibat dalam produksi TSa.
- TT producer: penerjemah atau agensi penerjemahan.
- TT user: orang yang menggunakan TSa, misalnya dosen yang menggunakan buku teks terjemahan, atau penerbit/perusahaan
- TT receiver: penerima akhir TSa, misalnya mahasiswa yang membaca buku teks terjemahan yang ditugaskan dosen, atau pembaca umum buku terjemahan yang diterbitkan perusahaan.
Holz-Mänttäri menekankan kebutuhan penerima TSa sebagai faktor yang menentukan dalam produksi TSa. Sebagai contoh ketika menerjemahkan istilah medis Thrombocytopenia cukup diterjemahkan sebagai Trombositopenia untuk pembaca yang akrab dengan istilah medis, tetapi harus ditambahkan penjelasan jumlah platelet dalam darah jika teks tersebut dikonsumsi oleh pembaca umum yang tidak berlatar belakang medis.
Model translatorial action Holz-Mänttäri ini berfokus pada produksi TSa yang functionally communicative bagi pembaca sasaran. Ia mengatakan bentuk dan genre TSa harus disesuaikan dengan budaya TSa, alih-alih hanya menyalin budaya TSu.
Model translatorial action Holz-Mänttäri ini berfokus pada produksi TSa yang functionally communicative bagi pembaca sasaran. Ia mengatakan bentuk dan genre TSa harus disesuaikan dengan budaya TSa, alih-alih hanya menyalin budaya TSu.
Kesesuaian fungsional tersebut ditentukan oleh penerjemah sebagai pemain kunci, yang memastikan bahwa transfer antarbudaya tersebut berlangsung dengan memuaskan semua “pemain” dalam translatorial text operation (meminjam istilah Holz-Mänttäri untuk menyebut produksi TSa).
Model Holz-Mänttäri menjadi pendorong bagi semakin berkembangnya pemikiran untuk menilai terjemahan bukan berdasarkan kesepadanannnya dengan TSu, namun juga fungsionalitasnya terhadap pembaca sasaran. Teks terjemahan tidak lagi diukur dari tingkat kesepadanannya terhadap TSu, tetapi justru seberapa adekuat terjemahan tersebut mempunyai dampak terhadap pembaca sasaran. Walaupun pada perkembangan selanjutnya, model Holz-Mänttäri ini dikritik karena dinilai tidak menjaga keseimbangan antara bahasa yang superior dan inferior.